Ketahanan nasional, pada berbagai aspeknya, sering menggelisahkan
kita, akhir-akhir ini. Padahal, sebagai satu-kesatuan, kita tidak pernah merasa
lemah atau rapuh. Nasionalisme kita tak pernah surut. Kita bahkan tak jarang
over reactive ketika merasa dilecehkan. Masih ingat bagaimana reaksi berbagai
elemen masyarakat ketika seorang ofisial olahraga kita dianiaya petugas
keamanan Malaysia di Kuala Lumpur? Itu sekadar contoh tentang semangat dan
motivasi warga negara untuk melindungi berbagai hal yang berbau kepentingan
nasional. Kita juga marah-marah ketika tetangga mengklaim beberapa karya budaya
nasional sebagai milik mereka.
Namun, kita juga menghadapi fakta bahwa pada beberapa aspek
lainnya, ketahanan nasional terkesan rapuh. Hal yang paling sering disoroti
para ahli akhir-akhir ini adalah lemahnya ketahanan nasional di bidang ekonomi.
Kekuatan asing tak hanya menguasai saham perusahaan-perusahaan terkemuka di
dalam negeri, tetapi juga mengintervensi kebijakan di bidang ekonomi. Sistem
nilai dalam budaya ketimuran juga nyaris sirna, diterjang cara pandang yang
entah diadopsi dari mana. Paling menakutkan adalah serangan narkotika dan
obat-obatan (narkoba) terlarang terhadap generasi muda masa kini. Entah seperti
apa masa depan ketahanan nasional, ketika generasi muda masa kini terus-menerus
dilumpuhkan oleh narkoba. Jangan pernah menyalahkan orang luar, karena
sekelompok orang dalam masyarakat kitalah yang menjadi pemeran utama dalam
proses penghancuran masa depan generasi muda kita masa kini.
Perilaku korup manajemen pemerintah menimbulkan daya rusak amat
masif terhadap ketahanan nasional kita. Budaya korupsi tak hanya merugikan
rakyat, tetapi juga menjadikan negara nyaris kehilangan daya untuk merespons
berbagai masalah, terutama kemiskinan dan pengangguran. Bukan mengada-ada jika
kita harus mengatakan bahwa ketahanan nasional kita sedang dihadapkan pada
masalah amat serius. Semua variabel masalah yang memperlemah ketahanan nasional
itu harus direspons dengan tegas dan bijaksana. Perangi peredaran narkoba tanpa
kompromi. Berangus budaya korupsi dengan sanksi-sanksi yang berefek jera.
Pekan-pekan ini, isu tentang ketahanan nasional terfokus pada
rencana penggantian Panglima TNI. Presiden telah mengusulkan kepada DPR untuk
mengangkat Jenderal TNI Djoko Santoso menjadi Panglima TNI yang baru
menggantikan Marsekal TNI Joko Suyanto. Penunjukan itu berdasarkan surat
R65/Pres/XI/2007 yang diserahkan ke DPR pada Senin (26/11). Jumat (30/11)
kemarin, Presiden memanggil Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Djoko
Santoso. Presiden minta agar mempersiapkan diri menjalani uji kelayakan dan
kepatutan (fit and proper test) pada 3 Desember 2007 di DPR.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar